sumber foto: Tirto.id
Penulis: Muhammad Baqo
(Peserta Juara 3 Lomba Esai LPM Suaka UNIKAL)
Media
bisa dikatakan sebagai sarana akses sistem informasi dalam skala global yang
bersifat universal. Di Indonesia hal ini terbukti dan dijamin dalam pasal
Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Maraknya
bentuk-bentuk media yang beredar dalam kultur sosial indonesia bisa kita
kategorikan berdasarkan User (Penggunanya) antara lain : Media berbadan
pemerintah, media berbadan swasta, dan media independensi. Penyedia layanan
media-media tersebut memiliki tujuan dan kredibilitas yang berbeda-beda dikalangan
masyarakat yang notaben kesehariannya tidak pernah lepas dari suguhan informasi
oleh media-media besar yang selalu mencekoki wawasan aktual, komunikatif, dan
informatif sesuai versi terbaik mereka masing-masing. Sehingga tak jarang
keabsahan dari sebuah informasi dipertanyakan kongkrit tidaknya dalam validasi
data. Maka saat sebelum adanya kemerdekaan pers pada era kepemerintahan habibie
setelah jatuhnya rezim soeharto dimasa orde baru, yang dimana pada masa
tersebut badan kepemerintahan sangat mencekal sebuah informasi dengan cara
selektif dan diboncengi kepentingan politik sehingga terjadinya berbagai kasus
komersialisasi media dan hanya media berbadan kepemerintahanlah yang berkuasa
penuh atas suatu penyiaran berita. Hal serupa terjadi kembali pada masa sekarang,
bahkan polemik yang terjadi membentuk suatu perang antar media, yaitu antara
media berbadan pemerintah dengan media independen atau berdiri sendiri dengan tujuan
mengabarkan apa yang terjadi sebenar-benarnya (realitanya).
Namun
dalam perang media ini sangat terlihat jelas bahwa media pemerintah yang dikendalikan
oleh kepentingan politik lebih dominan menguasai ranah publikasi daripada para
jurnalis media independen penyaji fakta dan keaslian data. Seperti halnya
polemik salah satu media yang membahas grand issue lingkungan ditahun
2019 dengan konsep dokumenter yang berjudul “Sexy Killer” produksi dari Watch
Doc. Sebuah karyanya ini yang membahas oligarki lingkungan saat momen
pemilu dengan berbagai diskusi yang terjadi menjadi suatu kajian bagi beberapa
pakar hingga ada sebuah diskusi besar yang muncul salah satunya menggugat Sexy
Killer. Hal ini memberikan telaah baru yaitu kemana media-media besar yang
biasa dikonsumsi masyarakat? Mengapa permasalahan lingkungan sebesar itu tidak
terpublikasi pada saat itu dan sebelum-sebelumnya? bahkan bisa menjadi sesuatu
yang berkelanjutan apabila tidak berbenah. Media-media besar seakan takut untuk
memberitakan isu-isu lingkungan skala nasional bahkan sebenarnya bisa menjadi
skala global. Sebab kemungkinan besar hal ini bisa mengancam keberlangsungan
hidup media, dikarenakan isu-isu lingkungan yang terjadi dilatar belakangi oleh
kepentingan politik kepemerintahan dengan swasta atau kapitalis penyedia modal.
Apresiasi penuh terhadap media independen seperti Watch Doc, AJI
(Aliansi Jurnalis Independen), dan lain sebagainya yang masih tetap teguh dalam
pendiriannya serta memegang kode etik dalam independensinya sebagai insan pers
yang sehat.
Jika
tadi kita bicara tentang tataran nasional, maka kali ini kita akan bicara ke
skup yang lebih kecil yaitu lokal wilayah Pekalongan. Media penyiaran di Pekalongan
sangatlah banyak dan mulai menjamur dari penyiaran radio, cetak, televisi,
hingga media online. Media-media tersebut kebanyakan berbadan pemerintah,
sehingga peperangan yang terjadi antar media tidak lain adalah untuk sebuah
eksistensi dan profit orientied semata. Jumlah dari penyiaran media yang
ada di wilayah Pekalongan dan sekitarnya antara lain sebagai berikut :
Nama Siaran
|
Frekuensi ataupun Jenis Siaran
|
Wilayah
|
Radio Walisongo
|
95.6 FM
|
Kota Pekalongan
|
Radio Kota Batik
|
91.2 FM
|
Kota Pekalongan
|
Radio Dhamashinta
|
97.1 FM
|
Kota Pekalongan
|
Radio Pop FM Kota Pekalongan
|
97.9 FM
|
Kota Pekalongan
|
Radio Bintang Sembilan
|
103.8 FM
|
Kota Pekalongan
|
Radio Thomson Pekalongan
|
104.6 FM
|
Kota Pekalongan
|
Radio Soneta
|
88.4 FM
|
Kota Pekalongan
|
Radio Suara Amarta Sakti
|
88.9 EX-91.8 FM
|
Kabupaten Pekalongan
|
Radio Ikhlasul Amal
|
89.7 FM
|
Kabupaten Pekalongan
|
Radio Rasika Pekalongan
|
88.9 FM
|
Kabupaten Pekalongan
|
KFM Kajen
|
103.1 FM
|
Kabupaten Pekalongan
|
MS Radio
|
95.4 FM
|
Kabupaten Pekalongan
|
Radio Dista FM
|
-
|
Batang
|
MFM Batang
|
-
|
Batang
|
Radio Ralisa
|
91.5 FM
|
Batang
|
Radio Pamit
|
-
|
Batang
|
Batik TV
|
Siaran Televisi
|
Kota Pekalongan
|
Radar Pekalongan
|
Cetak dan Online
|
Kota Pekalongan
|
Suara Merdeka
|
Cetak
|
Kota Pekalongan
|
Delik Pantura
|
Online
|
Kabupaten Pekalongan
|
Pekalongan News
|
Online
|
Pekalongan
|
Dari
data penyiaran media berbasis frekuensi radio tercatat ada 16 penyiaran lokal
di pekalongan dan sekitarnya Jumlah ini sangat banyak dibandingkan penyiaran
media jenis Televisi dan cetak maupun online di Pekalongan. Tercatat hanya ada
1 stasiun televisi lokal yaitu Batik TV. Kemudian untuk media cetak kini mulai
melebarkan sayapnya ke online namun masih dalam skala kecil. Kultur Pekalongan
yang dikenal dengan sebutan wilayah pantura, hal ini salah satu yang
menyebabkan eksistensi media penyiaran radio lebih dominan. Namun penyiaran-penyiaran
yang dilakukan dari media lokal lebih mengedepankan ke ranah hiburan dan
edukasi serta pemberitaan pemerintah, bahkan sangat jarang dijumpai pemberitaan
isu strategis lingkungan maupun wawasan lingkungan hidup di Pekalongan.
Biasanya apabila terjadi bencana barulah semua penyiaran memberitakan kondisi
dan permasalahan yang terjadi setelah melalui proses fiter berita tentunya.
Bencana yang sering terjadi di Pekalongan antara lain, Rob (Abrasi) dan Banjir.
Sedangkan bencana yang terjadi kebanyakan disebabkan oleh pola perilaku
masyarakat yang kurang teredukasi perihal menjaga ligkungan hidup. Seharusnya
media-media penyiaran bisa berperan aktif serta memasifkan penyiaran mengenai
lingkungan hidup untuk tujuan tercapainya Kota Pekalongan anti kumuh, sesuai
program pemerintah yaitu KOTAKU (Kota Anti Kumuh).
Menyelaraskan
media untuk sama-sama mengangkat isu lingkungan hidup merupakan progress yang
besar dan jika sudah selaras harus berkesinambungan dan berkelanjutan. Hal yang
harus dilakukan oleh sebuah media yang hakikatnya sebagai badan independensi
berkode etik demi penyadaran pola perilaku masyarakat dalam menanggapi isu
lingkungan adalah :
1. Membuat manajemen redaksi
berpedoman kode etik dan proaktif terhadap isu lingkungan.
Pembekalan
terhadap insan pers dalam keredaksian harus selalu diupgrade dengan pembekalan
pengelolaan suatu isu dan pengelolaan data, serta tidak menyalahi kode etik
dalam menjaga independensinya sebagai insan pers. Apabila ada tekanan atau
ancaman atas suatu pemberitaan maka seorang insan pers atau badan keredaksian
tidak boleh gentar karena adanya hak jawab, dan hak koreksi atas suatu
penyiaran atau pemberitaan yang dilakukan, maka tidak boleh takut dalam
mengabarkan suatu kebenaran karena dilindungi oleh Undang-Unadang Nomor 40
Tahun 1999 Tentang Pers.
2. Menjaring dan bersinergi dengan
intansi, ormas, pemerhati atau aktivis, dan penyedia data swasta maupun
pemerintah.
Melakukan
relationship merupakan hal yang harus dilakukan redaksi dalam menanggapi
isu-isu lingkungan yang trerjadi. Bukan hanya bersinergi dengan badan
kepemerintahan saja, namun haruslah menjalin segala lini maupun organisasi yang
sepaham dan seperjuangan dalam menanggapi isu lingkungan hidup.
3. Membangun peta strategi atau
sasaran target.
Dalam
memasifkan media untuk mengedukasi masyarakat maka dilakukanlah pemetaan dan
target agar saling selaras dengan tujuan bersama yaitu menjaga kelestarian
lingkungan. Proaktif menanggulangi permasalahan lingkungan, dan berkontribusi
penuh dalam menggiatkan penyadaran terhadap isu-isu lingkungan.
Dengan
banyaknya media lokal yang berada di Pekalongan dan sekitanya pastilah
memungkinkan uantuk mewujudkan kelestarian lingkungan apabila saling sadar akan
peran sebuah media yang sebenarnya. Menjaga independensi, berperan aktif dalam
publikasi dan memprioritaskan kelestarian lingkungan untuk penyadaran pola
perilaku masyarakat adalah hal yang sangat membantu keberlangsungan hidup media
maupun masyarakat.
Komentar
Posting Komentar