Demonstrasi
bukanlah suatu hal yang asing bagi semua orang. Hiruk pikuk dalam keramaian di
tengah panasnya matahari hingga dinginnya dalam rintikan hujan. Menyuarakan
aspirasi untuk mereka sang wakil rakyat. Bukan hanya dukungan, tetapi juga
sebagai ‘pemberontakan’. Kebijakan dinilai tak menguntungkan menjadi alasan
demonstrasi. Sudah menjadi nyawa bagi seseorang ketika haknya merasa terampas.
Ribuan mahasiswa
turun aksi ke jalan untuk menyampaikan pendapat dengan orasinya yang lantang. Buruh
juga tak mau kalah, mereka berdemo dengan mogok kerja. Penyampaian aspirasi
yang anarkis juga sering kali terjadi, bukan tak mau dicegah tapi semua sudah
terlanjur ada. Kerap terjadi penangkapan sampai korban jiwa, tapi hal itu sudah
biasa. Beberapa berpikir, mereka memperjuangkan hoax tapi nyatanya entahlah.
Sudah 75 tahun
Indonesia telah merdeka. Apa benar merdeka? Jika beberapa hak bersuara masih
kerap dibungkam. Jumlah kita memang banyak, namun untuk mereka yang berdasi, kita
hanya angin yang menerpa dan mengusik potongan rambut yang rapi. Mungkin aspirasi
kami hanya ditimbun dan dijadikan arsip negara. Tapi, kami tidak pernah
berhenti menyuarakannya. Negara ini negara demokrasi, siapa pun berhak
berpendapat. Demi kepentingan bersama, untuk kami rakyat kecil. Kami tidak
anarkis, tapi terkadang kami diboncengi oknum yang tak bertanggung jawab. Yang
ingin nama kaum muda itu kotor, tidak jauh beda dengan yang berdasi.
Era Orba sudah
lama berlalu, katanya kini sudah reformasi. Rasanya, baru kemarin mahasiswa
bangun dari tidur panjangnnya. Peristiwa Trisakti tahun 1998 juga belum hilang
dari ingatan. Ini malah harus terjadi lagi, mengapa demikian? Untuk apa kita
saling menerka, kalau ini sudah menjadi garisan Yang Maha Kuasa. Memang, ini
sudah menjadi takdir bangsa kita, menghadapi pandemi yang belum juga berakhir
dan demonstrasi yang berujung anarkis.
Pandemi ini sudah
banyak memakan korban, demonstrasi yang anarkis kerap menimbulkan korban juga.
Lalu, mengaoa rakyat kecil yang selalu menjadi korban? Konon katanya, pejabat yang terinfeksi virus
ini mendapatkan insentif. Mungkin itu
hanya berita bohong belaka atau memang nyata? Konon katanya juga, demonstrasi
ini berpola. Seakan memang sudah direncanakan. Skenario siapakah yang hampir
membuat negeri ini kacau? Oknum yang pro-pemerintah atau memang mereka yang
memang sudah tidak suka dengan pemerintahan yang sekarang?
RUU Cipta
Kerja? Sebenarnya apa yang sedang diperjuangkan. Kami sedang bertahan untuk
tetap hidup, meski harus berdampingan dengan virus. Mungkin tak apa, bagi
mereka sang pejabat yang memiliki kemewahan. Tapi, ini sungguh masalah bagi
kami yang bekerja untuk bisa makan hari ini. Usaha yang sepi pengunjung, pendapatan
yang menurun, hingga dengan pengurangan karyawan saja sudah buat kami susah. Apalagi
direpotkan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dirasa masih
mengedepankan kaum elit ketimbang kaum kecil.
Permasalahan
di bidang kesehatan mengenai pandemi juga belum usai. Pemerintah justru menambah
bebannya sendiri dengan kebijakan di bidang ekonomi, ketenagakerjaan, dan
sebagainya. Tapi, ketidakstabilan inilah yang semakin menyusahkan rakyat kecil.
Mereka boleh berpendapat bahwa ini semata untuk kepentingan rakyat. Tapi,
apakah benar untuk kepentingan rakyat?
Kaum muda
memang suka rebahan, tapi bukan berarti tidak ada perlawanan. Kami tetap
berjuang di garda depan, jika ketidakadilan mulai berkuasa. Memberikan
sumbangsih penuh sebagai calon penerus bangsa. Bukan popularitas yang dicari,
tetapi memang ingin beraksi menyuarakan aspirasi. Lantangnya kami bukan apa-apa,
dibandingkan dengan mereka yang berjuang untuk sesuap nasi. Kami hanya ingin
memberikan yang lebih baik dari sekarang, meskipun mereka merasa cara kami
salah. Kami tak peduli, inilah cara kami kaum muda berjuang.
Kami kaum muda ingin bangkit, tapi bukan
dengan cara ini. Tidak ingin berontak, meski suara kami terdengar samar. Tetap
ingin berjuang, walaupun banyak yang tak suka. Lantas, untuk apa Sumpah Pemuda
selalu diperingati? Jika para pemuda hanya berdiam diri, melihat ketidakadilan
di negeri ini. Bangkitlah para pemuda! Jadilah penerus bangsa yang selalu
menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
Oleh: Happy Ayuning Rizky
Editor: Reza Firnanto
Komentar
Posting Komentar