Masyarakat Adat Kinipan sedang mempertahankan hutan adatnya dari deforestasi (Facebook/Save Kinipan)
Hubungan
manusia dengan bumi, dengan alam, dan dengan hutan telah dikenalkan dan diwujudkan
oleh tradisi spiritual dan agama selama ribuan tahun. Akan tetapi, masyarakat
adat memiliki hubungan yang khusus dan sangat dekat dengan hutan. Bahkan,
kesetiaan mereka terhadap hutan sangat besar, hingga membentuk kosmologi,
budaya, dan kehidupan spiritual mereka. Hubungan yang sangat dekat tersebut merupakan
modal berharga bagi masyarakat adat yang menghuni hutan untuk melindungi hutan.
Masyarakat
adat memiliki pandangan bahwa manusia merupakan bagian terkecil dari masyarakat
hutan yang jauh lebih luas. Masyarakat hutan tersebut meliputi semua yang
terbentang di seluruh wilayah angkasa dan bumi yang di dalamnya terdapat
manusia, hewan, dan alam roh. Pandangan dunia yang bersifat holistik ini, atau
sering disebut dengan cosmovision,
telah berpengaruh terhadap perlindungan hutan oleh masyarakat adat yang sudah
berlangsung sejak lama. Pandangan tersebut merupakan pandangan yang secara
ekologis dan spiritual sangat penting bagi seluruh umat manusia.
Namun,
modernisasi yang terjadi dalam kehidupan manusia mengakibatkan pandangan
tersebut mulai tersingkir. Bahkan, modernisasi juga mengancam keberadaan masyarakat
adat itu sendiri. Padahal, jika kita renungkan, banyak sekali pelajaran yang
dapat kita pelajari dari kehidupan masyarakat adat. Dalam menjaga
keberlangsungan bumi dan umat manusia, masyarakat global bisa belajar dari tradisi
kepercayaan dan spiritual yang dimiliki oleh masyarakat adat, yakni tentang
hidup dalam hubungannya dengan alam.
Masyarakat Adat dan Hutan
Sekitar
370 juta orang atau 5 persen dari seluruh penduduk dunia merupakan bagian dari salah
satu kelompok masyarakat adat, yang seluruhnya berjumlah sekitar 5.000 kelompok
masyarakat adat dan tersebar di 90 negara di dunia. Sedangkan di Indonesia
sendiri, belum ada data resmi mengenai jumlah masyarakat adat. Namun, di
Indonesia terdapat komunitas masyarakat adat yang bernama Aliansi Masyarakat
Adat Nusantara (AMAN). Komunitas tersebut beranggotakan 2.359 kelompok
masyarakat adat di seluruh Indonesia, dengan anggota individu yang berjumlah
sekitar 17 juta orang.
Dari
jumlah masyarakat adat di dunia tersebut, kira-kira terdapat 200 juta
masyarakat adat yang tinggal di hutan tropis atau dekat dengan hutan tropis. Jumlah
tersebut juga mencakup lebih dari 100 suku yang belum terjamah dan hidup dalam
keterasingan dari masyarakat kebanyakan. Mereka semua melindungi dan mengelola
hutan tersebut dari generasi ke generasi. Menurut data, mereka telah melindungi
hampir 80 persen dari total keanekaragaman hayati yang ada di dunia, karena
wilayah dan tanah yang mereka tinggali merupakan wilayah dengan keanekaragaman
hayati yang besar.
Keadaan tersebut
bukan merupakan kebetulan belaka saja, penelitian demi penelitian telah
dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa masyarakat adat merupakan pelindung
keanekaragaman hayati terbaik di dunia. Penelitian pada tahun 2015 menunjukkan
bahwa wilayah adat di Amazon Basin, Mesoamerica, Republik Demokratik Kongo, dan
Indonesia mengandung kurang lebih seperlima dari karbon di atas permukaan tanah
yang disimpan di hutan tropis. Di Brazilian Amazon, hutan masyarakat adat
mengandung lebih besar sepertiga karbon per hektare dibandingkan dengan hutan
lainnya, karena praktik pengelolaan dan konservasi adat. Antara tahun 2000 dan
2012, emisi terkait deforestasi di seluruh wilayah Brazillian Amazon lebih
tinggi 27 kali di luar tanah adat dibandingkan di dalam tanah adat.
Pandangan
mereka kepada dunia yang bersifat holistik, atau cosmovision menjadi faktor penting dalam mewujudkan hal tersebut.
Para sesepuh adat memainkan peran sentral dalam menyebarkan pandangan tersebut
secara turun menurun. Budaya adat, sistem kepercayaan, sistem pengobatan, sistem
pendidikan, dan mata pencaharian mereka tidak dapat dipisahkan dari ekosistem
hutan. Pendekatan interaktif dan sangat dekat terhadap kehidupan hutan, secara
unik menempatkan masyarakat adat sebagai pemimpin dalam konservasi hutan di
seluruh dunia.
Pendekatan
tersebut juga membantu menjelaskan ketahanan mereka dalam menghadapi
marjinalisasi dan penindasan selama berabad-abad. Akan tetapi, masyarakat adat
seringkali berhadapan dengan deforestasi. Mereka sering menyaksikan hak-hak
mereka dilanggar dan direnggut. Tidak hanya itu saja, wilayah mereka juga
diganggu, dieksploitasi, bahkan digusur, demi kepentingan komersial pihak luar
atau demi pembangunan infrastruktur.
Ancaman Bagi Masyarakat Adat
Di
seluruh dunia, masyarakat adat dan pegiat lingkungan menghadapi risiko yang
berbahaya karena melindungi hutan dari kehancuran dan kerusakan. Banyak dari
mereka yang diancam, diserang, dipenjarakan, dan bahkan dibunuh karena
melindungi ekosistem yang sangat penting bagi seluruh umat manusia. Menurut
Global Witness, hampir 1.000 pembela lingkungan telah terbunuh sejak tahun
2010. Pada tahun 2017, setidaknya ada 4 orang yang terbunuh setiap minggunya di
22 negara berbeda karena melindungi tanah mereka dari industri pertambangan dan
agrobisnis.
Data
tersebut juga menunjukkan bahwa sejumlah korban berasal dari masyarakat adat.
Pada tahun 2016, terdapat kurang lebih 40 persen masyarakat adat yang telah
menjadi korbannya. Sedangkan di Indonesia, setidaknya ada 51 anggota masyarakat
adat telah menjadi korban kriminalisasi sepanjang tahun 2019. Bahkan, baru-baru
ini, ketua masyarakat adat Kinipan dikriminalisasi dan polisi penjaga hutan di
Republik Demokratik Kongo menjadi target ancaman.
Tidah
hanya itu saja, masyarakat adat yang tinggal jauh di dalam hutan dengan atau
tanpa hubungan orang luar juga menghadapi ancaman lainnya. Masyarakat adat
sangat rentan terkena penyakit dari luar yang kekebalan alaminya belum mereka
miliki, seperti flu, campak, atau bahkan salesma, yang kadang-kadang
menyebabkan epidemi serius dan kematian massal. Masyarakat adat juga rentan
terhadap penindasan yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin mengeksploitasi
tanah mereka. Bahkan, mereka juga tidak memiliki perlindungan hukum ketika hutan
mereka dihancurkan atau dirusak.
Mengingat
kebutuhan untuk memulihkan integritas hubungan kita dengan bumi sangat mendesak,
jadi kita harus mendengarkan secara saksama dan penuh penghormatan serta
belajar dari masyarakat adat yang menghuni hutan. Sudah sepantasnya pemerintah
di berbagai negara di dunia mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat adat.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengandalkan masyarakat adat untuk mengurangi
emisi karbon melalui hutan adat mereka. Tidak hanya itu saja, buatkan payung
hukum dan jaminan hukum atas keberadaan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat.
Salam Lestari!
Penulis: Reza Firnanto
Komentar
Posting Komentar